Inilah 3 Syarat Bagi Wanita Yang Bekerja di Luar Rumah
Bismillah…
Islam adalah agama yang sempurna dan menyeluruh dalam mengatur segala aspek kehidupan manusia.
Bahkan dalam urusan yang menjadi fakta hangat di zaman ini, dimana banyak sekali kaum wanita yang bekerja di luar rumah, baik sebagai karyawati, wanita karir, pedagang, dan lain sebagainya. Agama Islam telah menetapkan barometer dan syarat-syarat khusus mengenai hal tersebut.
Dalam artikel kali ini akan kita bahas tentang 3 syarat bagi wanita yang bekerja di luar rumah. Semoga dengan informasi sederhana ini, bisa membantu kaum wanita dalam memahami hak-hak dan kewajibannya di dunia ini. Aamiin.
Wanita Yang Paling Utama
Sebelum membahas tentang 3 syarat yang ditetapkan Islam bagi wanita yang bekerja di luar rumah, ada baiknya Anda mengetahui informasi penting lainnya seputar ciri-ciri atau kriteria wanita yang paling utama menurut pandangan Islam.
Informasi lebih lanjut bisa Anda baca dalam ARTIKEL INI
3 Syarat Bagi Wanita Yang Bekerja di Luar Rumah
Pada hakekatnya, wanita disyari’atkan untuk lebih banyak tinggal di rumah dan tidak menampilkan hal-hal yang bisa menjadi fitnah di luar rumah, sebab rumah merupakan hijab terbaik bagi para wanita. Sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Ahzab ayat 33 :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias (tabarruj) dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu…”
Namun terkadang, ada berbagai pertimbangan yang membuat wanita memutuskan untuk keluar rumah (bekerja).
Bagi para wanita yang berniat untuk bekerja di luar rumah, atau tengah bekerja di luar rumah, ketahuilah 3 syarat yang akan dijelaskan berikut ini, agar aktivitas dan ikhtiar dalam menjemput rezeki dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bisa berada di jalur yang benar dan diridhoi.
3 syarat yang dimaksud antara lain :
-
Diizinkan oleh suami
Seorang istri ketika hendak keluar rumah, maka wajib meminta izin kepada suaminya. Demikian juga dalam urusan bekerja di luar rumah, sebelum memutuskan sendiri hal tersebut pastikan Anda telah meminta izin dan mendapatkan izin tersebut.
Hal ini adalah syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menjaga kehormatan kaum wanita.
Sebagaimana hadist di bawah ini :
“Ketika Aisyah sakit dan ingin ke rumah bapaknya Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu, beliau minta izin kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَتَأْذَنُ لِى أَنْ آتِىَ أَبَوَىَّ
“Apakah anda mengizinkan aku untuk datang ke rumah bapakku?” (HR. Bukhari 4141 & Muslim 7169)
Dalam hadits tersebut diterangkan bahwa Aisyah radhiyallahu anha senantiasa meminta izin kepada suaminya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahkan untuk urusan berkunjung ke rumah bapaknya Abu Bakar Ash Shiddiq.
Syari’at ini berlaku terlebih bagi wanita yang berniat untuk bekerja di luar rumah, karena kegiatan keluar rumah tersebut pasti lebih lama dan berkelanjutan setiap hari kerja.
Jika setelah meminta izin ternyata suami tidak mengizinkan, maka istri harus ta’at dan mengurungkan niatnya untuk bekerja.
Jika ternyata suami mengizinkan (dengan pertimbangan ilmu yang mendalam tentang syari’at Islam), maka perhatikan syarat selanjutnya sebagaimana akan dijelaskan pada sub judul selanjutnya.
-
Tugasnya Terpenuhi (baik sebagai Istri maupun sebagai Ibu)
Ada 2 tugas utama yang harus diemban oleh kaum wanita di dalam rumah, yakni tugas sebagai istri ketika bersuami, dan tugas sebagai ibu ketika sudah dikarunia keturunan.
Wanita diperbolehkan bekerja di luar rumah setelah mendapatkan izin dari sang suami, serta telah memenuhi seluruh tugas utamanya di rumah.
Apa sajakah tugas dan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai seorang istri serta seorang ibu?
Semua bisa diketahui dengan banyak menuntut ilmu dengan menghadiri kajian-kajian sunnah yang membahas tentang syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala yang disampaikan melalui perantara Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam serta pemahaman para Shalafush Shaleh. Insyaa Allah.
Jika izin suami telah didapat, dan tugas-tugasnya di rumah sudah terpenuhi, maka ada syarat lain yang harus dipenuhi sebagaimana yang dijelaskan pada sub judul selanjutnya.
-
Dalam Pekerjaannya Tidak Mengandung Unsur Maksiat
Tidak sedikit pekerjaan di zaman ini yang banyak mengandung perkara maksiat yang tidak Allah ridhoi.
Jika kita tidak memiliki ilmu tentangnya, maka semua akan menjadikan pekerjaan kita terlaknat, tidak ada keberkahan dari hasil pekerjaan yang didapatkan, serta bisa menjerumuskan ke dalam dosa yang dapat menjauhkan kita dari rahmat dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Na’udzubillah.
Diantara perkara maksiat dalam pekerjaan tersebut adalah :
- Terdapat ikhtilat (campur baur) antara wanita dan laki-laki
- Pekerjaan tersebut mengandung unsur riba (bekerja di bank konvensional, asuransi, saham, leasing, koperasi simpan pinjam, dan lain sebagainya)
- Pekerjaan tersebut mengandung hal-hal yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (menjual khamr, membuka aurat, membatasi untuk menjalankan syari’at Allah, judi, dan lain sebagainya).
Pastikan semua perkara maksiat di atas tidak terdapat dalam pekerjaan yang digeluti. Jika ternyata ada, maka sebaiknya segera berhenti dan cari solusi terbaik lain yang diridhoi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, demi keberkahan dan keselamatan dunia dan akhirat.
***
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan kemudahan hingga tulisan ini selesai disusun.
Semoga apa yang dibagikan pada kesempatan ini, bisa memberikan tambahan keilmuan kepada kita semua tentang syari’at Islam. Terutama yang berhubungan dengan kaum wanita, dimana syari’at Islam sangat ketat sekali dalam menetapkan aturan untuk kaum wanita, yang semuanya disyari’atkan untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan mereka, baik di dunia maupun di akhirat.
Barokallahu fiikum…
Bismillah afwan ustadz, tp sayang ads yg jd guru sd salafi punya ank, dsn di saat ngajar anakny dititipkn dgn orang lsin.., sungguh kasihan ankny…
Mungkin sang ibu tersebut sudah punya pertimbangan sendiri, misal ingin mengamalkan ilmu yang dimiliki, atau ingin menciptakan kader muslim yang berilmu, membutuhkan biaya untuk penghidupan, dan lain sebagainya, yang jika diukur kadar kewajibannya, masih lebih utama mengajar..
Ahsannya kita mencoba untuk mengenal lebih lanjut, dan secara pelan-pelan bertanya tentang alasannya sehingga memilih keputusan tersebut.
Jika memang keputusan ibu tersebut kurang tepat, maka kita boleh menasehatinya dengan baik supaya bisa menjadi bahan pertimbangan untuk kebaikan saudari kita tersebut. Insya Allah..
Wallahu’alam..