Apa yang dimaksud dengan Tauhid Asma’ wa Shifat?

Apa yang dimaksud dengan Tauhid Asma’ wa Shifat?

Apa yang dimaksud dengan Tauhid Asma’ wa Shifat – Insya Allah pertanyaan tentang hal tersebut akan dijawab dalam artikel berikut ini.

Jawaban :

Tauhid Asma’ dan Shifat adalah menetapkan semua sifat yang Allah tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya atau sebagaimana Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam mensifati-Nya dalam hadits shahih sesuai dengan hakekatnya tanpa ta’wil, tafwidh, tamtsil, dan tanpa ta’thil (*), seperti istiwa’, turun (ke langit dunia), dan lain-lain yang menuju pada kesempurnaan-Nya.

Allah berfirman:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai Dia, sedang Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Terj. Asy-Syura: 11)

Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :

ينزل الله في كل ليلة في سماء الدنيا

“Allah turun ke langit dunia pada setiap malam.” (Hadits shohih riwayat Muslim)

Maksudnya, turunnya Allah itu sesuai dengan kemuliaan-Nya, tidak menyerupai turunnya salah satu dari makhluk-Nya.

 

Berbagai Penyimpangan Terhadap Tauhid Asma’ wa Shifat

1. Ta’wil

Yang dimaksud disini sesungguhnya adalah tahriif. Ahlul bid’ah sengaja menyebut diri mereka ahli ta’wil untuk melariskan kebid’ahan mereka. Padahal pada hakekatnya semua itu adalah tahriif.

Arti tahriif adalah merubah lafazh (teks) dan makna (pengertian) nama-nama atau sifat-sifat Allah, seperti pernyataan golongan Jahmiyah (pengikut Jahm bin Sofwan) mengenai Istawa yang mereka ubah menjadi Istawla (menguasai), dan sebagian ahli bid’ah lain yang menyatakan arti al-ghadhab (marah) bagi Allah adalah kehendak untuk menyiksa, dan makna ar-rahmah adalah kehendak memberi nikmat. Semua ini adalah tahriif. Yang pertama tahriif lafzhi (tekstual) dan yang berikutnya adalah tahriif secara makna.

2. Tafwidh

Artinya menyandarkan makna atau interpretasi dari kalimat-kalimat yang menunjukkan nama dan sifat Allah Ta’ala kepada Allah.

Misalnya, kalimat يذ الله (tangan Allah), yang mengetahui maknanya adalah Allah. Pernyataan ini adalah ucapan ahlul bid’ah yang paling buruk. Tidak ada satupun salafush shaleh yang berbuat demikian.

Bahkan seperti yang ditegaskan oleh Imam Malik ketika ditanya, bagaimana istiwa’ itu? Beliau menjawab, istiwa’ sudah kita ketahui maknanya, al-kaifu (bagaimana hakekatnya) tidak dikenal, beriman bahwa Allah istiwa’ (bersemayam) di atas ‘Arsy hukumnya wajib. Mempertanyakan bagaimana (hakekat bentuknya) adalah bid’ah.

3. Tamtsil

Artinya menyerupakan atau menyamakan.

Maksudnya menetapkan adanya sifat-sifat Allah dan menyatakan sifa-sifat itu sama dengan sifat makhluk-Nya. Sedangkan prinsip Ahlus Sunnah dalam menyatakan bahwa Zat Allah tidak sama seperti zat kita atau mirip zat kita dan seterusnya.

Begitu pula dengan sifat-Nya, ahlus Sunnah tidak mengatakan bahwa sifat Allah seperti sifat yang ada pada kita. Kita tidak akan mengatakan tangan-Nya seperti tangan kita, kaki-Nya seperti kaki kita dan seterusnya. Namun wajib atas setiap mu’min untuk tetap berpedoman dengan firman Allah :

ليس كمثله شي ء

“Tidak ada satupun yang serupa dengan-Nya.” (Terj. Asy-Syura: 11)

dan :

هل تعلم له سميا

“Adakah kamu tahu ada yang sama dengan-Nya?” (Terj. Maryam: 65)

Adapun maksud kedua ayat ini adalah bahwasanya tidak ada satupun yang menyerupai dan menyamai-Nya.

4. Ta’thil

Artinya meniadakan dan menghapus atau mengingkari semua sifat dari Allah.

Jahmiyah dan orang-orang yang mengikutinya melakukan hal ini. Karena itulah mereka dinamakan juga Mu’aththilah (pelaku ta’thil). Pendapat mereka ini sangat jelas kebathilannya. Tidak mungkin di dunia ini ada satu zat yang tidak mempunyai sifat. Al-Qur’an dan As-Sunnah menyebutkan adanya sifat-sifat Allah itu dan sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya.

5. Takyiif

Kami tambahkan di sini satu prinsip lagi yang belum disebutkan Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah, yaitu At-Takyiif yang artinya mempertanyakan ‘bagaimana bentuk hakekat’ sifat Allah yang sesungguhnya.

Maka di antara prinsip Ahlus Sunnah dalam masalah sifat ini adalah tidak mempertanyakan : Bagaimana istiwa’ Allah, bagaimana tangan-Nya, bagaimana wajah-Nya? dan seterusnya. Karena membicarakan sifat itu sama halnya dengan membicarakan zat. Sehingga, sebagaimana Allah mempunyai Zat yang tidak kita ketahui hakekat bentuknya, maka demikian pula sifat-sifat-Nya, kita tidak mengetahui bagaimana hakekat dan bentuk atau wujud sifat itu sesungguhnya. Dan juga karena tidak ada yang mengetahui hal itu kecuali Allah, maka semua itu harus diiringi pula dengan keimanan kita terhadap hakekat maknanya. (Maksudnya, arti kata dari sifat itu kita ketahui tapi hakekat bentuk atau wujudnya seperti apa kita tidak tahu, wallahu a’lam -ed).

 

Sumber Artikel : Muslimah.or.id

•═◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═•⁣⁣⁣⁣⁣
📖 Disarikan dari kitab “Khudz Aqidataka minal Kitabi wa Sunnati”, karya Syaikh Muhammad Bin Jamil Zainu rahimahullah⁣⁣⁣⁣⁣
•═◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═•⁣⁣⁣⁣⁣

***

Semoga jawaban pertanyaan tentang pertanyaan apa yang dimaksud Tauhid Asma’ wa Shifat ini bermanfaat dan memberikan faidah kepada kita semua. Dapatkan berbagai informasi lainnya mengenai artikel islami, poster nasihat, info kajian sunnah Bandung serta kesempatan untuk melakukan tanya jawab di .

Dapatkan kebaikan dengan share artikel ini kepada keluarga, sahabat, teman dan kenalan Anda. Rekomendasikan juga website KajianSunnahBandung.Web.Id agar semakin banyak orang yang mendapatkan faidah dan kebaikan melalui wasilah Antum. Insya Allah…

Barakallahu fiikum…

 

Dapatkan kebaikan dengan share artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *