Mengingat Mati dan Perjumpaan dengan Allah Ta’ala
Mengingat Mati dan Perjumpaan dengan Allah Ta’ala
(Kaidah Ketujuh)
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (QS. Al-Hasyr: 18)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يعني المَوْت
“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian.” (HR. Ibnu Majah no. 4258 dan dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa’ 3: 145)
Kematian adalah pemisah antara kehidupan dunia dan akhirat, pemisah antara waktu beramal dan waktu menerima balasan, maka tidak ada lagi kesempatan untuk bertaubat dan memohon ampun dari kesalahan setelah kematian tersebut.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ
“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.” (QS. An-Nisa: 18)
Kematian ini pasti akan menemui dan menjumpai kita. Ia mendatangi orang yang sedang tidur dengan tiba-tiba bahkan dalam keadaan yang tidak terduga.
Allah Ta’ala berfirman:
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. An-Nisa: 78)
Dengan mengingat kematian hati yang lalai akan tersadar, hati yang mati menjadi hidup, dan hamba kembali mau menghadap kepada Allah dan taat kepada-Nya.
Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata:
لَوْ فَارَقَ ذِكْرَ الْمَوْتِ قَلْبِيْ، خَشِيْتُ أَنْ يُفْسِدَ عَلَيَّ قَلْبِيْ
“Seandainya hatiku berpisah dari mengingat kematian, aku khawatir hal itu justru akan merusak hatiku.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Az-Zuhd no. 2210)
Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah menceritakan bahwa Ibrahim at-Taimi rahimahullah berkata,
“Aku umpamakan diriku sedang berada di surga, memakan buah-buahannya, minum dari sunga-sungainya, dan memeluk bidadari. Kemudian aku umpamakan diriku sedang berada di neraka, aku makan dari buah zaqum, aku minum dari nanah, dan aku berhadapan dengan rantai dan belenggu neraka. Lalu aku berkata kepada diriku, ‘Wahai jiwaku, mana yang Engkau inginkan?’ Jiwaku berkata, ‘Aku ingin kembali ke dunia dan beramal shalih.’ Aku berkata, ‘Engkau sekarang sedang berada di dunia, maka beramallah.’” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad-Dunya dalam Muhaasabatun Nafs hal. 26)
Oleh karenanya, setiap hamba yang senantiasa mengingat posisinya dan tempat kembalinya kelak di hadapan Allah Ta’ala pada hari kiamat, maka ia akan senantiasa ada dalam kebaikan.
•═◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═•
📖 Disarikan oleh Ustadz Rian Abu Rabbany dari kitab ’Asyru Qawa’id fi Tazkiyati an-Nafsi Karya Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr hafizhahullaah
•═◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═•
***
Demikianlah artikel yang membahas tentang kaidah ketujuh dari tema pembahasan 10 kaidah penyucian jiwa, yakni agar mengingat mati dan perjumpaan dengan Allah Ta’ala sebagaimana yang diterangkan dalam al-Qur’an dan hadits.
Semoga Allah senantiasa membimbing dan menunjukkan kita kepada kebenaran, serta memberikan taufik kepada kita untuk mengetahui ilmu tentang syari’at agama Islam untuk kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga bisa menghadirkan keberkahan dan kebaikan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, aamiin ya Rabbal ‘alamin…
Dapatkan berbagai informasi lainnya mengenai artikel islami, poster nasihat, info kajian sunnah Bandung serta kesempatan untuk melakukan tanya jawab di .
Dapatkan kebaikan dengan share artikel ini kepada keluarga, sahabat, teman dan kenalan Anda. Rekomendasikan juga website KajianSunnahBandung.Web.Id agar semakin banyak orang yang mendapatkan faidah dan kebaikan melalui wasilah Antum. Insya Allah…
Barakallahu fiikum..
Post Comment