Pertemuan #2 : Kedudukan Ibadah

Pertemuan #2 : Kedudukan Ibadah

Artikel ini adalah pertemuan #2 dari pembahasan buku “Sudah Benarkah Ibadah Saya?”, yang akan mengupas tentang kedudukan ibadah.

Bismillah…

Ibadah merupakan tujuan dari penciptaan manusia dan jin. Untuk tujuan tersebut, Allah Ta’ala mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya.

Selanjutnya manusia terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah orang yang menjawab seruan para Rasul dan mengamalkan kitab Allah Ta’ala. Sedangkan golongan kedua adalah orang yang menghabiskan hidupnya mengejar dunia, sedang mereka buta tentang urusan ibadah.

Manusia yang paling tinggi derajat penghambaannya adalah manusia yang paling dekat kepada Allah Ta’ala. Bahkan bumi dan segala isinya ditundukkan untuk manusia agar beribadah kepada-Nya.

Secara bahasa ibadah berarti tunduk, patuh, dan pasrah. Seorang disebut hamba Allah dengan sebenarnya manakala dia tunduk, patuh, membenarkan, melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah Ta’ala.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mendefinisikan ibadah dari sisi obyeknya secara tepat, yaitu:

اِسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللهُ وَيَرْضَاهُ مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ

“(Ibadah) adalah istilah bagi segala yang Allah cintai dan ridhai, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang lahir maupun yang batin.”

Dari istilah tersebut, dapat disimpulkan bahwa amal itu ada yang berupa ucapan, perbuatan, yang nampak maupun yang batin. Namun agar dapat dianggap sebagai ibadah, semua perbuatan tersebut mesti memenuhi syarat dicintai dan diridhai Allah Ta’ala.

Ibadah merupakan hak murni dan mutlak milik Allah Ta’ala semata. Dialah Rabb seluruh makhluk, dan seluruh makhluk bergantung kepada-Nya. Oleh karena itu, menyembah makhluk berarti menyamakannya dengan Khaliq (pencipta) dan ini merupakan kezhaliman paling besar.

Hukum asal dari semua ibadah adalah haram, sampai ada dalil yang memerintahkannya. Para ulama menetapkan kaidah,

لِأَنَّ الْأَصْلَ فِي الْعِبَادَاتِ الْحَظْرُ وَالْمَنْعُ، إِلَّا إِذَا قَامَ الدَّلِيْلُ عَلَى مَشْرُوْعِيَّتِهَا. وَأَمَّا الْأَكْلُ وَالْمُعَامَلَاتُ وَالْأَدَابُ وَالِّلبَاسُ وَغَيْرُهَا، فَالْأَصْلُ فِيْهَا الْإِبَاحَةُ، إِلَّا مَا قَامَ الدَّلِيْلُ عَلَى تحْرِيْمِهِ

“Karena hukum asal ibadah adalah terlarang, kecuali ada dalil yang mensyariatkannya. Sedangkan hukum asal makan, muamalah, adat, pakaian, dan lainnya (perkara dunia) adalah boleh, kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

***

Semoga artikel tentang kedudukan ibadah yang disarikan dari buku “Sudah Benarkah Ibadah Saya?” ini bermanfaat dan memberikan faidah kepada kita semua.

Barakallahu fiikum.

Dapatkan kebaikan dengan share artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *