Tentang Problematika Shalat Tarawih di Rumah

Tentang Problematika Shalat Tarawih di Rumah

Tentang Problematika Shalat Tarawih di Rumah

Pertanyaan #93
Fulan (Lembang)

Lebih utama yang mana sholat tarawih berjamaah di rumah bersama keluarga atau sholat sendirian di kamar? Akan tetapi yang menjadi imam bacaannya masih banyak yang salah seperti membaca huruf ‘shod’ menjadi ‘sin’ dan gerakannya terlalu cepat artinya tidak tuma’ninah.

Setelah itu ada doa bersama yg dibaca setelah tarawih dan witir. Dan doa tersebut tidak shahih, dan hanya satu satunya laki-laki tersebut di rumah. Dan tentu hanya beliau yang bisa menjadi imam shalat.

Jadi lebih utama dan baik yang mana jika kondisinya sebagaimana keadaan wabah seperti ini yang mengharuskan ibadah di rumah? Shalat berjamaah dengan kondisi tersebut di atas atau shalat sendirian di kamar?

 

Jawaban :

Bismillah…
Ikhwah a’azzaniyallahu wa iyyaakum…

Shalat tarawih adalah salah satu shalat sunnah yang dianjurkan untuk dilaksanakan secara berjamaah. Di kondisi seperti sekarang ini, ketika masjid tidak menyelenggarakan shalat jamaah dan jumat, maka semua shalat baik yang wajib maupun sunnah dilaksanakan di rumah.

Masalah muncul ketika ternyata di rumah, orang yang mesti menjadi imam belum memenuhi syarat imam. Ada dua permasalahan yang berbeda terkait sifat seorang imam. Yang pertama adalah syarat-syarat sah yang wajib terpenuhi pada diri seorang imam, dan yang kedua adalah sifat-sifat aulawiyyah yang membuat seseorang lebih berhak untuk dijadikan sebagai imam.

Adapun syarat sah yang wajib terpenuhi pada seorang imam, ada 5 syarat, yaitu :

  • Islam (di antaranya selamat dari bidah yang mengkafirkan),

  • Berakal,

  • Laki-laki,

  • Kemampuan melaksanakan rukun salat (di antaranya membaca al-Fatihah), dan

  • Dalam keadaan suci dari hadas besar maupun kecil.

Maka, selama kelima syarat tersebut terpenuhi pada seseorang, maka sah saja jika ia maju menjadi imam, dan sah pula untuk salat di belakangnya.

Adapun sifat-sifat aulawiyyah, yang membuat seseorang lebih berhak untuk menjadi imam. Rasulullah ﷺ bersabda :

يَؤُمُّ القَوْمَ أَقْرَؤُهُمِ لِكِتَابِ اللهِ، فَإِنْ كَانُوْا فِيْ القِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ، فَإِنْ كَانُوْا فِيْ السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً، فَإِنْ كَانُوْا فِيْ الهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمَا (وَفِيْ رِوَايَةٍ: سِنًّا مَكَانَ سِلْمًا)…

“Hendaklah yang mengimami suatu kaum adalah yang paling baik bacaan al-Qurannya. Jika mereka semua setara dalam hal itu, maka yang paling baik wawasannya tentang sunnah. Jika mereka semua setara dalam kedua hal itu, maka yang paling dahulu berhijrah. Dan jika mereka semua setara dalam semua hal itu, maka yang paling dahulu keislamannya (dalam riwayat lain: yang lebih tua usianya).” [HR. Muslim]

Komite Fatwa Kerajaan Arab Saudi pernah ditanya :

“Apakah wajib bagi seseorang yang tinggal di sebuah lingkungan, untuk mencari tahu keadaan/status si imam sebelum memulai salat?”

Jawabannya adalah :

“Tidak wajib. Sah saja jika ia langsung salat sebagai makmumnya, selama tidak ada kemungkaran yang tampak jelas dari si imam. Karena kaidah asalnya adalah berprasangka baik kepada sesama muslim, hingga terjelaskan hal yang berlawanan dengan kebaikan.” (Jilid 7. Ketua: Abdul Aziz bin Baz. Anggota Komite: Abdullah bin Qu’ud, Abdullah bin Ghudayyan, dan Abdurrazzaq Afifi)

Dalam kasus yang ditanyakan, bila masalah sifat imam itu hanya berada pada hal aulawiyyah tidak pada hal yang mengganggu sahnya shalat berjamaah, maka bermakmum padanya lebih baik, dengan catatan kita terlebih dahulu menyampaikan kebenaran mengenai kekeliruan-kekeliruannya.

Di sisi lain, seseorang hendaknya menimbang diri sebelum memutuskan menjadi imam dalam shalat berdasarkan sudut pandang syari’at. Diantara yang harus menjadi penilaiannya ialah :

  • Jika seseorang sebagai tamu, maka yang berhak menjadi imam ialah tuan rumah, jika tuan rumah layak menjadi imam.

  • Penguasa lebih berhak menjadi imam, atau yang mewakilinya. Maka tidaklah boleh maju menjadi imam, kecuali atas izinnya. Begitu juga orang yang ditunjuk oleh penguasa sebagai imam, yang disebut dengan imam Rawatib.

  • Kefasihan dan kealiman dirinya. Maksudnya, jika ada yang lebih fasih dalam membawakan bacaan Al Quran dan lebih ‘alim, sebaiknya dia mendahulukan orang tersebut.

  • Seseorang tidak dianjurkan menjadi imam, apabila jama’ah tidak menyukainya. Dalam sebuah hadits disebutkan:

ثََلاثَةٌ لاَ تَرْتَفِعُ صَلاَتُهُمْ فَوْقَ رُؤُوْسِهِمْ شِبْرًا : رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهمْ لََهُ كَارِهُوْنَ

“Tiga golongan yang tidak terangkat shalat mereka lebih satu jengkal dari kepala mereka: (Yaitu) seseorang menjadi imam suatu kaum yang membencinya” (HR. At-Tirmidzi no. 360 dan dihasankan Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, Al-Misykat no. 1122, Shahihul Jami’ no. 3057)

 

Wallaahu Ta’ala a’lamu. Baarakallaah fiikum.

Referensi:
https://konsultasisyariah.com/35620-hafalan-quran-sedikit-bolehkah-jadi-imam-shalat.html
https://almanhaj.or.id/2486-adab-adab-imam-dalam-shalat-berjamaah.html

 

Dinukil oleh Ustadz Rian Abu Rabbany hafizhahullah
(Pembina akun dakwah Kajian Sunnah Bandung)

***

Semoga jawaban dari pertanyaan tentang problematika shalat Tarawih di rumah ini bermanfaat dan memberikan faidah kepada kita semua. Dapatkan berbagai informasi lainnya mengenai artikel islami, poster nasihat, info kajian sunnah Bandung serta kesempatan untuk melakukan tanya jawab di .

Dapatkan kebaikan dengan share artikel ini kepada keluarga, sahabat, teman dan kenalan Anda. Rekomendasikan juga website KajianSunnahBandung.Web.Id agar semakin banyak orang yang mendapatkan faidah dan kebaikan melalui wasilah Antum. Insya Allah…

Barakallahu fiikum.

Dapatkan kebaikan dengan share artikel ini

Post Comment