Ada Apa dengan Riba
Artikel Islam Pilihan
ada apa dengan riba, artikel islam pilihan, hukum memanfaatkan barang gadai, hukum memanfaatkan barang gadai adalah, hukum memanfaatkan barang gadai bagi si pemegang gadai, hukum memanfaatkan barang gadai menurut para ulama, hukum memanfaatkan barang gadai nu online, hukum memanfaatkan barang gadai untuk hutang, hukum pemanfaatan barang gadai, hukum pemanfaatan barang gadai menurut ulama, kajian sunnah bandung
kajiban
0 Comments
Hukum Memanfaatkan Barang Gadai (Rahn)
Hukum Memanfaatkan Barang Gadai (Rahn)
Transaksi Riba di sekitar Kita
(Riba Utang-Piutang)
Bismillah…
Di antara contoh transaksi riba utang piutang adalah memanfaatkan Barang Gadai (Rahn).
Orang yang berutang dengan barang jaminan disebut rahin, sementara yang menerima jaminan disebut murtahin. Transaksi gadai merupakan akad tautsiqat, yaitu akad yang tujuannya memberikan jaminan kepercayaan kepada pelaku akad. Maka gadai bisa mengiringi transaksi komersil (muawwadhat) seperti utang piutang atau transaksi non-komersil (tabarru’at) seperti jual beli, bahkan dalam akad musyarakah (kerjasama).
Mengingat tujuannya untuk jaminan kepercayaan, akad gadai tidak berkonsekuensi pindahnya kepemilikan barang gadai, maka konsekuensi dari hal ini adalah :
-
Barang gadai statusnya amanah bagi murtahin
-
Barang gadai tetap menjadi milik rahin (yang berutang)
-
jika terjadi kegagalan, misalnya utang bermasalah atau transaksi yang dijamin bermasalah, barang gadai tidak otomatis pindah kepemilikan.
-
Semua biaya perawatan barang gadai, ditanggung oleh rahin (yang berutang), karena ini memang miliknya.
Ketika murtahin (orang yang menerima jaminan) memanfaatkan barang gadai, berarti dia memanfaatkan barang milik rahin, karena transaksi utang antar mereka. Sementara mengambil manfaat (keuntungan) dari utang yang diberikan, termasuk riba sebagaimana disebutkan dalam kaidah :
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا
“Setiap utang yang memberikan keuntungan, maka (keuntungan) itu adalah riba.”
Kaidah ini tidak shahih jika dinisbatkan kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, namun para ulama sepakat bahwa maknanya benar dan diamalkan. Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan :
الحديث المذكور ضعيف عن أهل العلم، ليس بصحيح، ولكن معناه صحيح عن العلماء معناه، أن القروض التي تجر نفعاً ممنوعة بالإجماع
“Hadits ini lemah menurut para ulama, tidak shahih. Namun maknanya benar menurut mereka, yaitu bahwasanya hutang yang mendatangkan manfaat maka itu terlarang berdasarkan kesepakatan para ulama.” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi no.463, lihat di : http://www.binbaz.org.sa/noor/2872).
Keuntungan bukan hanya berbentuk materi, termasuk juga keuntungan dalam bentuk pelayanan. Dari Abdullah bin Sallam, beliau mengatakan :
إِذَا كَانَ لَكَ عَلَى رَجُلٍ حَقُّ فَأَهْدَى إِلَيْكَ حِمْلَ تِبْنٍ، أَوْ حِمْلَ شَعِيْرٍ، أَوْ حِمْلَ قَتِّ، فَلَا تَأْخُذْهُ، فَإِنَّهُ رِبًا
“Apabila kamu mengutangi orang lain, kemudian orang yang diutangi memberikan fasilitas membawakan jerami, gandum, atau pakan ternak maka janganlah menerimanya, karena itu riba.” (HR. Bukhari 3814)
Ibnu Qudamah rahimahullah merinci pemanfaatan gadai sebagai berikut:
-
Pertama, Jika gadai ini diberikan untuk jaminan kepercayaan transaksi utang-piutang, pemberi utang sama sekali tidak boleh memanfaatkan barang gadai, meskipun telah diizinkan rahin (yang menggadaikan). Bahkan Imam Ahmad menganggapnya sebagai riba murni.
-
Kedua, jika gadai untuk selain utang, seperti jaminan transaksi jual beli yang belum tuntas atau jaminan dalam akad sewa-menyewa, maka pemberi utang boleh memanfaatkan barang gadai jika pemilik barang mengizinkan. Ini pendapat yang diriwayatkan dari Hasan al-Bashri dan Muhammad bin Sirin rahimahumallaah.
Ulama sepakat bahwa biaya perawatan barang gadai menjadi tanggung jawab rahin (orang yang menjamin) bukan murtahin (yang dititipi jaminan).
Menurut madzhab Hambali, jika gadai yang ada di tangan murtahin membutuhkan biaya perawatan, seperti binatang maka murtahin berhak untuk mengambil manfaat dari binatang itu, dengan diperah susunya atau dijadikan tunggangan, sebagai kompensasi biaya yang dia keluarkan.
Ini berbeda dengan pendapat mayoritas ulama yang melarang sama sekali pemanfaatan barang gadai oleh murtahin.
Akan tetapi pendapat Hambali ini dinilai lebih kuat mengingat hadits dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
لَبَنُ الدَّرِّ يُحْلَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَالظَّهْرُ يُرْكَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَعَلَى الَّذِى يَرْكَبُ وَيَحْلِبُ النَّفَقَةُ
“Susu hewan perah bisa diperah sebagai ganti biaya perawatan ketika dia digadaikan. Punggung hewan tunggangan boleh dinaiki sebagai ganti biaya perawatan ketika dia digadaikan. Kewajiban bagi yang menunggangi dan yang memerah susunya untuk merawatnya.” (HR. Abu Daud 3528 dan dishahihkan al-Albani)
Namun kasus ini tidak berlaku untuk motor, karena motor tidak perlu biaya perawatan. Kalaupun harus dipanasi, itu hanya sebentar dan jika murtahin tidak rela, dia bisa ganti biaya perawatan dengan memakai motor untuk keperluan sebentar.
•═◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═•
📖 Disarikan oleh Ustadz Rian Abu Rabbany dari kitab Ada Apa dengan Riba? Karya Ustadz Ammi Nur Baits hafizhahullaah
•═◎❅◎❦۩❁۩❦◎❅◎═•
***
Demikianlah artikel yang membahas tentang hukum memanfaatkan barang gadai (rahn), yang merupakan salah satu praktek transaksi riba yang sering dijumpai di sekitar kita.
Semoga Allah senantiasa membimbing dan menunjukkan kita kepada kebenaran, serta memberikan taufik kepada kita untuk mengetahui ilmu tentang syari’at agama Islam agar dapat menghindari dan menjauhi perkara-perkara yang Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan…
Dapatkan berbagai informasi lainnya mengenai artikel islami, poster nasihat, info kajian sunnah Bandung serta kesempatan untuk melakukan tanya jawab di .
Dapatkan kebaikan dengan share artikel ini kepada keluarga, sahabat, teman dan kenalan Anda. Rekomendasikan juga website KajianSunnahBandung.Web.Id agar semakin banyak orang yang mendapatkan faidah dan kebaikan melalui wasilah Antum. Insya Allah…
Barakallahu fiikum…
Post Comment